Penyakit ALL(AKUT LEUKIMIA LIMFOBlASTIC) dan Pengobatannya


A. Pengertian
Leukemia adalah penyakit yang merupakan akibat terjadinya profilerasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering di sertai leukosit jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia. Leukemia limfoblastik akut ini merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imatur dan berlebihan sehingga jumlahnya yang menyusup ke berbagai organ seperti sumsum tulang dan mengganti unsure sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencapai kebutuhan sel (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006).


B. Anatomi dan Fisiologi
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi mentransportasikan oksigen, karbohidrat dan metabolit; mengatur keseimbangan asam dan basa; mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk mendistribusikan ke seluruh tubuh; dan pengaturan hormone dengan membawa dan menghantarkan kelnjr ke sasaran. (syaifuddin, 2003: 34). Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. (Evelyn, 2002).

C. Etiologi
Menurut suriadi, dkk, (2001), penyebab yang pasti dalam leukemia belum diketahui, akan tetapi terdapat factor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
  1. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell Leukemia-lymphoma/ HTLV).
  2. Radiasi
  3. Obat- obat imunosupresif, obat- obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol.
  4. Faktor herediter, misalnya pada kembar monosit.
  5. Kelainan kromosom, misalnya pada Down syndrome.
D. Patofisiologi
Kasus ALL disubklasikan menurut gambaran morfologi, imonologi, dan genetic sel induk leukemia. Gambaran sitologik sel induk sangat bervariasi walaupun dalam satu cuplikan tunggal, sehingga tidak ada klasifikasi morfologik yang memuaskan. Sistem Perancis-Amerika-Inggris (PAI) membedakan tiga sub system morfologi, L1, L2, L3 pada limfoblas L1 umumnya kecil dengan sedikit sitoplasma, pada sel L2 lebih besar dan pleomorfit dengan sitoplasma lebih banyak, bentuk inti ireguler dan nekluoli nyata dan sel L3 mempunyai kromatim inti homogen dan berbintik halus, nucleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata. Karena perbedaan yang subjektif antara blast L1 dan L2 dan korelasi dengan penanda imunologik dan genetic yang sedikit, hanya sub L3 yang mempunyai arti klinis. Kelainan kromosom dapat di identisifikasi setidak tidaknya 80-90 % ALL anak. Karriotip dari sel leukemia mempunyai arti penting diagnostic, prognostic, dan theraupetik. ALL pada anak juga diklasifikasikan atas dasar jumlah kromosom tiap sel leukemia dan atas penyusunan kembali (rearrangement) kromosom structural misalnya translokasi. Deoksinukleotidil tranferasi (TdT) yang umumnya dapat memperlihatkan pada ALL sel progenitor-B dan sel-T. Karena enzim ini tidak terdapat pada limfoit normal, maka dapat digunakan untuk mengidentifikasi sel leukemia pada situsi diagnostic yang sulit misalnya, afktifitas TdT dalam sel dalam cairan cebrospinal munhkin menolong untuk membedakan relaps susunan saraf sentral (SSS) meningitis aseptic. Kebanyakan penderita dengan leukemia mempunyai penyebaran pada waktu diagnosis, dengan keterlibatan sumsum tulang yang luas dan adanya sel blast leukimia di sirkulasi darah, limpa, hati, kelenjar limfe biasanya juga terlibat karena itu tidak ada system pembagian stadium untuk ALL (Nelson, dkk, 2000).

E. Klasifikasi
  • Menurut perjalanan penyakitnya dapat dibagi atas :
  1. Leukemia akut
  2. Leukemia kronik
  • Menurut jenisnya leukemia dibagi atas :

  1. Leukemia myeloid
  2. Leukemia mieloblastik akut (leukemia myeloid / mielositik / granulositik mielogenous akut
  3. Leukemia Limpoid


F. Manifestasi Klinis
Gejala yang khas dari ALL adalah pucat (dapat terjadi mendadak), perdarahan disertai splenomeglali dan kadang- kadang hepatomegali serta limfodeniopati pasien yang menunjukan gejala lengkap sepeti yang disebutkan ini. Secara klinis dapat di diagnose leukemia perdarahan dapat berubah ekimosis, petekie, epistaksis, perdaran gusi dan sebagainya. Pada stadium permulaan mungkin tidak terdapat splenomegali.


H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut Suriadi, dkk, (2001) adalah :
  1. Sepsis
  2. Pendarahan
  3. Gagal organ
  4. Iron Deficience Anemia (IDA)
  5. Kematian


I. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi, dkk, (2001), penatalaksanaan theraupetik pada ALL yang dapat di lakukan adalah :
  1. Penatalaksanaan kemoterapi
  2. Irradiasi cranial
  3. Terdapat 3 fase pelaksanaan kemoterapi :

a. Fase induksi : di mulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan.Pada fase ini diberikan terapi kortikosteroid (prednisone), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5 %.
b. Fase profilaksi system saraf pusat : pada fase ini di berikan terapi methotresate, cytarabine dan hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasicranal dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan system syaraf pusat.
c. Konsolidasi : Pada fase ini kombinasi pengobatan di lakukan untuk mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan di lakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang maka pengobatan di hentikan sementara atau dosis obat dikurangi.  

0 comments:

Post a Comment